kanalsuararakyat.com, KUDUS (19/1) – Dalam rangka memperingati hari lahir ke-12, Teater Tigakoma menampilkan pementasan dengan naskah Khuldi karya Zuhdi Sang dan Ghoz TE. Kesimpulan naskah tersebut, menyimpulkan dosa pertama yang diperbuat manusia yaitu Adam dan Hawa saat di surga.
Ketua Teater Tigakoma, Hamzah Fikri mengatakan, pementasan kali ini sebagai persembahan sekaligus kado di harlah Teater Tigakoma yang ke-12 yang disuguhkan kepada para pecinta seni teater dan masyarakat umum. Acara dikemas sebagai pentas tunggal bertajuk “Keseimbangan” dengan melibatkan 38 anggota aktif.
“Setiap tahun, kami konsep dengan cara yang berbeda,” kata Hamzah, di auditorium UMK Sabtu, (19/1) malam kemarin.
Dijelaskan, kesimpulaan dari pementasan malam ini, tertuang satu dialog yakni ‘Semua terus berulang dan berulang. Selalu ada yang tersisa, untuk sekali lagi dihabiskan’. Makna dari dialog adalah dosa pertama yang diperbuat manusia di surga, rupanya menjadi roda kesalahan yang terus berputar hingga kini.
Selain itu, selalu ada Efra (Iblis) yang menggoda anak-cucu adam untuk kembali melakukan dosa lewat beraneka perbuatan lain. Potongan dialog tersebut, dilontarkan salah satu mahasiswa yang memerankan tokoh Edha (Adam).
Guna mempertegas pesan dalam pentas tersebut, tata panggung dihadirkan dengan warna hampir seluruhnya putih dilengkapi artistik utama berupa bola dunia. Bola dunia itu menggambarkan bahwa alam semesta yang hakikatnya suci.
“Akibat dari keserakahan dan dosa manusia, secara perlahan alam semesta ini menjadi keruh oleh debu kesalahan perbuatan manusia sendiri,” jelasnya.
Terpisah, Sutradara pementasan, Maulana Syafi’i menambahkan, naskah yang dipentaskan kali ini untuk merefleksi berbagai isu kehidupan sosial. Karena banyak ketimpangan yang terjadi di tengah masyarakat saat ini. Termasuk halnya dalam tahun politik menjelang Pemilu 2019.
“Banyak calon pemimpin yang menyerukan visi-misi untuk memperbaiki tatanan masyarakat. Namun, sering kali mereka lupa diri. Wujud visi-misinya kosong. Bukan memperbaiki tatanan masyarakat, malah sebaliknya,” kritiknya. (*)