kanalsuararakyat.com, KUDUS-Belasan mantan Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al Chalimi dituduh mencuri aset milik ponpes yang beralamat di Desa Bulungcangkring, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus. Dari belasan pengasuh tersebut, salah satunya adalah Kiai Haji Ahmadi, yang sebelumnya menjabat Ketua Umum Pengurus yayasan ponpes tersebut.
Kuasa Hukum Kiai Haji Ahmadi dkk dari Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH NU) Kudus, Yusuf Istanto mengatakan, kliennya tidak pernah melakukan penyimpangan dalam mengelola yayasan tersebut. Klarifikasi ini juga membantah adanya tuduhan pencurian aset yang laporannya sudah sampai di Polres Kudus dan Polda Jateng.
‘’Klien kami, pak Kiai Ahmadi dkk tidak pernah melakukan penyimpangan maupun pencurian aset milik Yayasan Al Chalimi,’’ kata Yusu, saat ditemui Jumat (13/1).
Yusuf pun menjelaskan, Yayasan Al Chalimi mulai didirikan pada 2 Juni 2005 silam, dengan Akta Notaris Nomor 01 Tanggal 2 Juni 2005 yang dibuat oleh notaris Niken Puspitarini di Semarang. Sampai sekarang telah berganti beberapa kali pengurusan.
Terakhir, pengurusan Yayasan Al Chalimi yang baru dibuat di depan notaris Sasmito Rahardjo dengan akta notaris Nomor 12 Tanggal 18 Desember 2021, tentang Berita Acara Rapat Pembinda berdasarkan rapat Pembina Yayasan Al Chalimi. Dengan Ketua Pembina Drs. H. Noor Fuad., M.Sc, Ketua Umum Ahmadi (Kiai Ahmadi), Ketua Istiqomah, Ketua Pengawas Poerwadiyono dan Anggota Ida Nurwati.
‘’Sampai sekarang tidak ada lagi perubahan, dan tidak ditindaklanjuti dengan perubahan akta yayasan. Serta tidak ditindak lanjuti perubahan untuk mendapatkan pengesahan dari Dirjen AHU Kemenkumham RI,’’ jelasnya.
Masih kata Yusuf, sejak berdiri pada tahun 2005, yayasan Al Chalimi tidak pernah ada rapat oleh Pembina Yayasan. Sehingga terkesan pengurus yayasan, khususnya pembina maupun pengawas melakukan pembiaran. Dan tidak mau tahu bagaimana pengelolaan pondok pesantren Al Chalimi, sampai terjadi krisis pada tahun 2014 lalu.
‘’Pihak pengurus yayasan, khususnya Pembina dan Pengawas baru mulai ada perhatian ketika yayasan secara perlahan ada pengembangan sarana prasarana Yayasan Al Chalimi,’’ ungkapnya.
Namun, kata Dia, selama didirikan tidak ada inventarisi aset yang dilakukan oleh pembina, pengawas dan pengurus Yayasan Al Chalimi. Mengingat administrasi yang dijalankan memang belum tertata secara baik. Sehingga ketika ada tuduhan penyimpangan dan penggelapan aset membuat Kiai Ahmadi tersinggung.
Kata Yusuf, alih-alih tak ingin memperpanjang konflik itu, Kiai Ahmadi pada 15 Oktober 2022 menggelar pertemuan antara pembina, pengawas dan pengurus Yayasan Al Chalimi. Dalam pertemuan disepakati, salah satunya ketika ada konflik akan diselesaikan secara kekeluargaan.
‘’Namun kesepatan itu tidak dijalankan, baik pembina maupun pengawas yayasan tetap melakukan intervensi dalam pengelolaan yayasan,’’ kata Yusuf.
Akibatnya, Kiai Ahmadi pun memutuskan mengundurkan diri dari Yayasan Al Chalimi pada 12 November 2022, dan disusul oleh 15 pengasuh lainnya. Selanjutnya, secara bersama-sama mendirikan Yayasan Al Fattah yang berlokasi tidak jauh dari lokasi Al Chalimi.
Tidak hanya pengurus yayasan, ratusan santri-santriwati Al Chalimi pun ikut ‘boyongan’ ke Al Fattah dan membawa sejumlah barang miliknya. Meliputi almari, kasur matras tidur dan sejumlah barang lainnya. Dengan demikian, Kiai Ahmadi dkk tidak pernah membawa aset milik Al Chalimi ke Al Fattah dalam bentuk apapun.
‘’Jadi, klien kami menolah dengan keras tuduhan yang dilayangkan Pembina dan pengawas Al Chalimi, yang berujung pada pelaporan di Polres Kudus dan Polda Jateng,’’ pungkasnya. (F1)